Jumat, 07 Agustus 2020

Kisah Nyata: Mertua Dibenci Menantu

#Dibenci_menantu

"Nduk, anakmu nangis iki lho" (Nak, anakmu nangis ini lho) ucapku kepada Mita menantuku.

"Wis jarno buk, ojok di gendong" (Udah biarin aja buk, jangan di gendong) jawabnya yang sedang memasak.

"Opo'o sek nduk ibu gak oleh gendong anakmu, iku yo putuku?" (Kenapa sih nak ibu gak boleh gendong anakmu, itukan juga cucuku)" tanyaku kepada Mita yang langsung menggendong Aira cucuku dan membawanya keluar.

"Aku emoh Aira digendong ibu, mergo ambune ibu gak enak, wes aku tak nitipno Aira nang mbok tun" (Aku tidak mau Aira digendong ibu, soalnya aroma ibu tidak enak, udah aku mau titipkan Aira ke mbok Tun).

Mita adalah menantuku, setahun yang lalu dia menikah dengan Ilham putra tunggalku. Awal bertemu dengan Mita sikapnya manis sekali, dia sopan dan tutur katanya sangat lembut. Itulah yang membuatku senang dengannya dan akhirnya menyetujui Ilham dengan Mita, tapi ternyata setelah menikah sikap Mita tak semanis dulu.

Karena Ilham adalah anakku satu-satunya, Mita tinggal bersama kami. Sejak awal tinggal Mita sudah menunjukkan sikapnya yang tidak suka denganku dan suamiku. Semua perabotan dan tata letak rumahku dia ubah dengan sesuka hatinya, bahkan kamar Ilham dia bongkar dan diperbesar karena menurut Mita kamar itu terlalu kecil.

Dalam hal memasak pun begitu, Mita tak pernah cocok dengan masakanku, dia lebih memilih membeli makanan di luar daripada makan masakanku. Jika dia memasak aku pun tak pernah memakannya, karena langsung dia masukkkan kamar lalu menguncinya. Pernah suatu ketika setelah keluar bersama Ilham aku melihat Mita membawa bungkusan, tak pernah dia menawarkannya kepadaku atau suamiku, hanya aromanya saja yang dapat aku cium dari dalam kamarnya. Sebelum dan sesudah memiliki anak setiap harinya Mita selalu di dalam kamar dan aku mertuanya tak di izinkan masuk ke dalam kamarnya.

"Nduk, awakmu ndang adus ben Aira ibu seng jogo" (Nak, kamu segera mandi biar Aira ibu yang jaga).

"Tak titipno nang mbok Tun ae buk, aku emoh anakku mbok cekel" (Tak titipkan sama mbok Tun saja buk, aku tidak mau anakku ibu pegang).

Ingin rasanya aku menggendong Aira tapi apa boleh buat, dari bayi sampai cucuku berumur 5bulan tak boleh sekalipun aku menyentuhnya. Alasannya karena aku memiliki bau badan yang tak sedap, pernah aku berkeluh kesah kepada suamiku, namun hanya kata sabar yang mampu suamiku ucapkan.

Ilham anakku pun sepertinya menurut sekali kepada Mita istrinya, sebelum menikah Ilham selalu memberikan sedikit gajinya untukku. Namun setelah menikah dia sudah tidak pernah memberikan uang lagi. Bukannya aku mengharapkan uang dari Ilham, yang aku inginkan hanya perhatian Ilham kepadaku juga kepada ayahnya.

"Buk, njaluk duit telung puluh ewu gawe tumbas bensin" (Buk, minta uang tiga puluh ribu buat beli bensin) pinta Ilham kepadaku.

"Duitmu wes entek to le kok njaluk nang ibu?" (Uangmu sudah habis ta kok minta sama ibu) tanyaku sambil menyerahkan uang kepada Ilham.

"Bayaranku di gowo Mita kabeh buk, aku di wei jatah mek satus ewu seminggu" (Gajiku di bawa Mita semua buk, aku cuman di kasih jatah seratus ribu seminggu)"

Begitu nelangsa hati ini saat mengetahui bahwa anakku kekurangan uang, ingin rasanya aku bicara soal ini kepada Mita tapi aku takut kalau dia mengadu kepada Ilham dan membuatnya marah kepadaku. Aku hanya berharap jika nanti aku dan suamiku telah tua Ilham dapat merawat kami dengan kasih sayang yang tulus, meskipun istrinya Mita membenciku dan suamiku.

Sby 08_08_2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar